Kamis, 26 April 2012

Wayang Kulit


Wayang Kulit
WAYANG salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan.
Menurut penelitian para ahli sejarah kebudayaan, budaya wayang merupakan budaya asli Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Keberadaan wayang sudah berabad-abad sebelum agama Hindu masuk ke Pulau Jawa. Walaupun cerita wayang yang populer di masyarakat masa kini merupakan adaptasi dari karya sastra India, yaitu Ramayana dan Mahabarata. Kedua induk cerita itu dalam pewayangan banyak mengalami pengubahan dan penambahan untuk menyesuaikannya dengan falsafah asli Indonesia.

Penyesuaian konsep filsafat ini juga menyangkut pada pandangan filosofis masyarakat Jawa terhadap kedudukan para dewa dalam pewayangan. Para dewa dalam pewayangan bukan lagi merupakan sesuatu yang bebas dari salah, melainkan seperti juga makhluk Tuhan lainnya, kadang-kadang bertindak keliru, dan bisa jadi khilaf. Hadirnya tokoh panakawan dalam_ pewayangan sengaja diciptakan para budayawan In­donesia (tepatnya budayawan Jawa) untuk mem­perkuat konsep filsafat bahwa di dunia ini tidak ada makhluk yang benar-benar baik, dan yang benar-benar jahat. Setiap makhluk selalu menyandang unsur kebaikan dan kejahatan.

Dalam disertasinya berjudul Bijdrage tot de Kennis van het Javaansche Tooneel (1897), ahli sejarah kebudayaan Belanda Dr. GA.J. Hazeau menunjukkan keyakinannya bahwa wayang merupakan pertunjukan asli Jawa. Pengertian wayang dalam disertasi Dr. Hazeau itu adalah walulang inukir (kulit yang diukir) dan dilihat bayangannya pada kelir. Dengan demikian, wayang yang dimaksud tentunya adalah Wayang Kulit seperti yang kita kenal sekarang.

Asal Usul
Mengenai asal-usul wayang ini, di dunia ada dua pendapat. Pertama, pendapat bahwa wayang berasal dan lahir pertama kali di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Timur. Pendapat ini selain dianut dan dikemukakan oleh para peneliti dan ahli-ahli bangsa Indonesia, juga merupakan hasil penelitian sarjana-sarjana Barat. Di antara para sarjana Barat yang termasuk kelompok ini, adalah Hazeau, Brandes, Kats, Rentse, dan Kruyt.

Alasan mereka cukup kuat. Di antaranya, bahwa seni wayang masih amat erat kaitannya dengan keadaan sosiokultural dan religi bangsa Indonesia, khususnya orang Jawa. Panakawan, tokoh terpenting dalam pewayangan, yakni Semar, Gareng, Petruk, Bagong, hanya ada dalam pewayangan Indonesia, dan tidak di negara lain. Selain itu, nama dan istilah teknis pewayangan, semuanya berasal dari bahasa Jawa (Kuna), dan bukan bahasa lain.

Sementara itu, pendapat kedua menduga wayang berasal dari India, yang dibawa bersama dengan agama Hindu ke Indonesia. Mereka antara lain adalah Pischel, Hidding, Krom, Poensen, Goslings, dan Rassers. Sebagian besar kelompok kedua ini adalah sarjana Inggris, negeri Eropa yang pernah menjajah India.

Namun, sejak tahun 1950-an, buku-buku pe­wayangan seolah sudah sepakat bahwa wayang memang berasal dari Pulau Jawa, dan sama sekali tidak diimpor dari negara lain.

Budaya wayang diperkirakan sudah lahir di Indo­nesia setidaknya pada zaman pemerintahan Prabu Airlangga, raja Kahuripan (976 -1012), yakni ketika kerajaan di Jawa Timur itu sedang makmur-makmur­nya. Karya sastra yang menjadi bahan cerita wayang sudah ditulis oleh para pujangga Indonesia, sejak abad X. Antara lain, naskah sastra Kitab Ramayana Kakawin berbahasa Jawa Kuna ditulis pada masa pemerintahan raja Dyah Balitung (989-910), yang merupakan gubahan dari Kitab Ramayana karangan pujangga In­dia, Walmiki. Selanjutnya, para pujangga Jawa tidak lagi hanya menerjemahkan Ramayana dan Mahabarata ke bahasa Jawa Kuna, tetapi menggubahnya dan menceritakan kembali dengan memasukkan falsafah Jawa kedalamnya. Contohnya, karya Empu Kanwa Arjunawiwaha Kakawin, yang merupakan gubahan yang berinduk pada Kitab Mahabarata. Gubahan lain yang lebih nyata bedanya derigan cerita asli versi In­dia, adalah Baratayuda Kakawin karya Empu Sedah dan Empu Panuluh. Karya agung ini dikerjakan pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya, raja Kediri (1130 - 1160).

Wayang sebagai suatu pergelaran dan tontonan pun sudah dimulai ada sejak zaman pemerintahan raja Airlangga. Beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu antara lain sudah menyebutkan kata-kata "mawa­yang" dan `aringgit' yang maksudnya adalah per­tunjukan wayang.

Mengenai saat kelahiran budaya wayang, Ir. Sri Mulyono dalam bukunya Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang (1979), memperkirakan wayang sudah ada sejak zaman neolithikum, yakni kira-kira 1.500 tahun sebelum Masehi. Pendapatnya itu didasarkan atas tulisan Robert von Heine-Geldern Ph. D, Prehis­toric Research in the Netherland Indie (1945) dan tulisan Prof. K.A.H. Hidding di Ensiklopedia Indone­sia halaman 987.

Kata `wayang' diduga berasal dari kata `wewa­yangan', yang artinya bayangan. Dugaan ini sesuai dengan kenyataan pada pergelaran Wayang Kulit yang menggunakan kelir, secarik kain, sebagai pembatas antara dalang yang memainkan wayang, dan penonton di balik kelir itu. Penonton hanya menyaksikan gerakan-gerakan wayang melalui bayangan yang jatuh pada kelir. Pada masa itu pergelaran wayang hanya diiringi oleh seperangkat gamelan sederhana yang terdiri atas saron, todung (sejenis seruling), dan kemanak. Jenis gamelan lain dan pesinden pada masa itu diduga belum ada.

Untuk lebih menjawakan budaya wayang, sejak awal zaman Kerajaan Majapahit diperkenalkan cerita wayang lain yang tidak berinduk pada Kitab Ramayana dan Mahabarata. Sejak saat itulah cerita­cerita Panji; yakni cerita tentang leluhur raja-raja Majapahit, mulai diperkenalkan sebagai salah satu bentuk wayang yang lain. Cerita Panji ini kemudian lebih banyak digunakan untuk pertunjukan Wayang Beber. Tradisi menjawakan cerita wayang juga diteruskan oleh beberapa ulama Islam, di antaranya oleh para Wali Sanga. Mereka mulai mewayangkan kisah para raja Majapahit, di antaranya cerita Damarwulan.

Masuknya agama Islam ke Indonesia sejak abad ke-15 juga memberi pengaruh besar pada budaya wayang, terutama pada konsep religi dari falsafah wayang itu. Pada awal abad ke-15, yakni zaman Kerajaan Demak, mulai digunakan lampu minyak berbentuk khusus yang disebut blencong pada pergelaran Wayang Kulit.

Sejak zaman Kartasura, penggubahan cerita wayang yang berinduk pada Ramayana dan mahabarata makin jauh dari aslinya. Sejak zaman itulah masyarakat penggemar wayang mengenal silsilah tokoh wayang, termasuk tokoh dewanya, yang berawal dari Nabi Adam. Sisilah itu terus berlanjut hingga sampai pada raja-raja di Pulau Jawa. Dan selanjutnya, mulai dikenal pula adanya cerita wayang pakem. yang sesuai standar cerita, dan cerita wayang carangan yang diluar garis standar. Selain itu masih ada lagi yang disebut lakon sempalan, yang sudah terlalu jauh keluar dari cerita pakem.

Memang, karena begitu kuatnya seni wayang berakar dalam budaya bangsa Indonesia, sehingga terjadilah beberapa kerancuan antara cerita wayang, legenda, dan sejarah. Jika orang India beranggapan bahwa kisah Mahabarata serta Ramayana benar-benar terjadi di negerinya, orang Jawa pun menganggap kisah pewayangan benar-benar pernah terjadi di pulau Jawa.

Dan di wilayah Kulonprogo sendiri wayang masih sangatlah diminati oleh semua kalangan. Bukan hanya oleh orang tua saja, tapi juga anak remaja bahkan anak kecil juga telah biasa melihat pertunjukan wayang. Disamping itu wayang juga biasa di gunakan dalam acara-acara tertentu di daerah kulonprogo ini, baik di wilayah kota Wates ataupun di daerah pelosok di Kulonprogo.
(By :budayawayangkulit.blogspot.com)

Lima Sekawan: Di Pulau Harta


Lima Sekawan: Di Pulau Harta
Pada saat liburan sekolah Anne, Dick, dan Julian berlibur di tempat pamannya. Pamannya tersebut bernama paman Quentin. Ia tinggal bersama istrinya yang bernama bibi Fanny dan anak perempuannya yang bernama Georgina. Mereka tinggal di sebuah pondok bernama pondok Kirrin yang terletak di pinggir laut.
Saat kali Anne, Julian, dan Dick tiba di tempat pamannya, mereka bertemu dengan sepupu yang baru mereka kenal, Georgina. Georgina memiliki sifat yang sedikit aneh dan tomboi dan dia hanya mau menjawab bila dipanggil dengan nama George, kerena ia tidak suka menjadi perempuan.
Pada awalnya George tidak suka akan kedatangan ketiga sepupunya ini. Akan tetapi lama kelamaan perasaan itu hilang, dan George mulai menceritakan beberepa hal seperti rahasianya, bahwa dia memelihara Tim, seekor anjing yang ia sembunyikan dari orangtuanya, sampai pulau kecil di teluk dan kapal karam yang terletak didekatnya. Pulau itu adalah kepunyaan George yang diberikan oleh ibunya.
Disitulah petualangan mereka dimulai. Anne, Julian, dan Dick yang sangat penasaran akan pulau itu, membujuk George agar mengajak mereka ke pulau tersebut. Akhirnya George yang awalnya tidak setuju, akhirnya terbujuk dan menyetujui untuk mengajak ketiga sepupunya itu untuk pergi ke pulau tersebut.
Mereka pun pergi ke pulau tersebut. George tak lupa membawa Tim bersamanya. Ketika berada di pulau tersebut tiba-tiba badai yang sangat besar datang. Saking besarnya, bangkai kapal tua yang tadinya berada di dasar laut, terangkat naik ke permukaan. Lima sekawan pun penasaran untuk menyelidiki bangkai kapal tua tersebut. Karena keadaan yang tidak memungkinkan, mereka baru dapat memeriksa bangkai kapal tersebut esok harinya.
  Keesokan harinya. Mereka berangkat pagi sekali sebelum ada orang lain yang mengetahui akan hal tersebut. Saat sedang memeriksa bangkai kapal tersebut, Julian menemukan sebuah ruangan yang didalamnya terdapat lemari kecil. Didalam  lemari tersebut tersimpan sebuah peti kayu kecil yang isinya terkunci. Apa gerangan yag terdapat di dalam peti itu ? Apakah emas atau semacamnya ? Pertanyaan itu terus terlintas di kepala mereka. Tapi sayangnya mereka tidak dapat membuka peti tersebut. Mereka memutuskan untuk membawanya ke Pondok Kirrin untuk mencari cara membuka peti tersebut.
Setibanya di pondok Kirrin, Lima sekawan langsung mencoba dengan berbagai cara agar peti itu dapat terbuka. Setelah mereka berhasil membuka peti tersebut, mereka semua berebut untuk melihat isi dari peti tersebut. Akan tetapi bukan emas atau semacamnya yang mereka temukan, melainkan sebuah petunjuk mengenai tempat disimpannya emas yang hiang, dan tempatnya berada di pulau KIrrin. 
   Berita mengenai kapal yang muncul dari dasar laut dengan cepat muncul di berbagai media massa. Para wartawan berhasil mengorek cerita tentang batang-batang emas yang hilang. Karena itu kapal tersebut menjadi perhatian orang banyak. George pun menjadi marah karenanya.
Tanpa disangka-sangka Paman Quentin menjual peti yang berisi peta tua dan buku harian yang terdapat di dalamnya, dan orang yang membeli peti tersebut juga mengingikan membeli pulau mereka. Anne, Dick, George, dan Julian langsung mengambil tindakan dengan memutuskan untuk menginap di pulau tersebut sebelum surat perjanjian penjualan di tanda tangani.
Keesokan harinya, dengan persiapan yang cukup matang, mereka berangkat ke pulau tersebut untuk mengambil emas yang hilang. Mereka berangkat bersama Tim dengan menggunakan perahu. Setibanya di pulau mereka langsung mempelajari lebih rinci isi peta tersebut. Setelah itu mereka langsung mencari jalan menuju pintu bawah tanah. Tetapi jalan tersebut sangat sulit ditemukan.
Sampai ketika Tim sedang mengejar kelinci, ia masuk ke lubang kelinci yang ternyata merupakan sebuah sumur tua. Keempat anak itu langsung berusaha megeluarkan Tim dari lubang tersebut. Setelah Tim berhasil keluar, mereka kembali melakukan pencarian. Anne yang kelelahan duduk di lantai batu, tanpa sengaja menemukan sebuah gagang besi jang terpasang di salah satu lantai batu. Tanpa ragu ragu lagi mereka berempat berusaha untuk mengangkat lantai batu tersebut. Setelah beberapa saat batu itu akhirnya terangkat. Lalu mereka memutuskan untuk masuk ke dalam lubang yang terletak dibawah lantai batu.
Sekarang mereka telah berada di ruang bawah tanah. Lalu mereka menelusuri lorong tersebut sampai mereka menemukan sebuah pintu kayu yang kemungkinan besar merupakan tempat emas-emas disimpan. Tapi karena pintu yang terlalu kuat mereka memutuskan untuk mengambil kapak. Setelah itu mereka kembali ke pintu tersebut dan mencoba membuka pintu tersebut. Akan tetapi serpihan kayu terlontar ke arah Dick ketika Julian sedang berusaha membuka pintu menggunakan kapak, lalu Julian menyarankan agar Dick naik ke atas bersama Anne.
Akhirnya Julian dan George berhasil membuka pintu tersebut. Di saat yang sama tiba-tiba datang dua orang asing yang ingin mengambil emas yang terdapat di pulau tersebut. Julian, George dan Tim ditangkap oleh mereka dan di kurung di tempat penyimpanan harta.
Dick dan Anne yang melihat ada kapal milik orang lain berlabuh di pulau langsung mencari cara untuk menyelamatkan Julian, George dan Tim. Ketika orang asing itu pergi ke luar pulau untuk membawa kapal pengangkut. Dick dan Anne berhasil menyelamatkan  Julian, George dan Tim. Setelah kedua orang itu kembali ke pulau dan masuk ke dalam ruang bawah tanah Lima sekawan menjebak para pencuri itu di pulau dengan merusak perahu motornya.
Mereka langsung menuju pundok Kirrin untuk melaporkan kejadian itu ke Paman Quentin dan bibi Fanny, lalu mereka semua menghubungi polisi untuk menangkap para pencuri tersebut. Setelah para pencuri berhasil ditangkap dan emas-emas itu ditemukan polisi dan diserahkan ke Paman Quentin. Berakhirlah petualangan Lima Sekawan Di Pulau Harta. 


( By : M. Rifqi Ariq P.)